"you said,, you said that you would die for me"
-red jumpsuit apparatus, cat and mouse-
jangan membuat janji yang tak bisa ditepati.
Tuesday, April 28, 2009
Monday, April 27, 2009
di ujung dunia
di tepi jurang itu kau pernah berteriak:
"aku berdiri di ujung dunia!"
aku tersenyum. berdiri di sampingmu, di ujung dunia, seperti katamu. melihat kebawah, ke jurang hitam yang kita tak pernah tahu dasarnya.
aku pun bertanya:
"bila aku terjun ke jurang yang gelap ini, akankah aku berada di ujung dunia yang lain?"
kau menatapku lurus-lurus. "kau tak akan berada di mana2 tanpa aku", kau genggam tanganku erat.
aku masih ingat wangi udara hari itu. hari dimana wajah ku memerah ketika kau melihat ke dalam hatiku. ketika kita mengira telah mencapai keabadian.
saat edelweis itu masih mekar di bawah kepulan asap, yang kini telah kelam seperti hampir mati. saat batu-batu jalan seolah bunga yang terhampar di kaki, kini terlihat mengejek langkah pendek kita.
kau hampa, aku kosong. mencapai puncak seperti dulu. "kita ada di puncak dunia", bisikmu.
aku lelah. aku sakit. kanker yang melilit paru-paru ku juga mengambil seluruh tenagaku. tapi kau tetap memaksa, untuk berdiri di puncak dunia, lagi, bersamaku.
kini kau tak lagi memegang tanganku seperti yang kau lakukan dulu. di pucak dunia ini, seperti katamu, kau memelukku dari belakang.
"dulu aku pernah bilang", bisikmu di telingaku. "bahwa kau tak akan berada di mana-mana tanpa aku. walaupun sebenarnya, aku yang tak akan berada dimana- tanpa mu."
pasti kali ini, lagi-lagi wajahku memerah. walaupun kanker itu menghabiskan seluruh tabungan kita, dan waktu untuk bersamamu setelah 3 bulan lagi, syukurlah ia tak bia mengambil mu dari sisiku.
yang kuingat, kau menangis dalam pelukku ketika dokter memvonis kenyatan pahit itu. aku hanya bisa memelukmu lemah, tak bisa berfikir apakah ku harus sedih atau senang. sedih karna kehilangan masa depan bersamamu, atau pun senang karna akhirnya ku tak usah lagi memebebanimu untuk merawatku seperti yang kau lakukan 2 tahun terakhir ini.
semilir angin dingin berhembus seperti hendak memisahkan kita. kau memelukku makin erat. entah berapa lama kita berdiam diri seperti itu, tanpa kata dan suara.
matahari telah hampir menghilang sepenuhnya. dan angin bertiup makin kencang dan dingin.
tiba2 kau melepaskanku.
"aku yang tak akan berada di mana2 tanpamu, cinta. aku! aku!". kau mulai menangis. "aku tak akan tahan untuk tidak bersamamu, membayangkan bahwa ku kan kehilanganmu, membuatku....... ah!" kau memalingkan wajahmu dariku.
kau berjalan menuju ujung dari ujung dunia. aku pun menyusulmu, untuk mengusir rasa gundahmu. untuk mengingatkan bahwa kita masih mempunyai waktu sebanyak-banyaknya 3 bulan. 3 bulan...
di ujung dari ujung dunia tiba-tiba kau berbalik, menghadapku. membuat ku tak bisa bergerak dengan tatapan matamu yang menembus hati.
"tapi...", tatapan matamu menjadi semakin tajam dan asing. "aku tak akan, tak akan pernah kehilanganmu".
kau berbalik, melangkah, dan menghilang dari hadapanku. "hiduplah.........!!"
ku dengar suaramu menghilang ditelan kegelapan jurang di ujung dunia itu.
aku tak bisa teriak!! aku tak bisa bersuara!! aku tak bisa bergerak!! kau menghilang....kau menghilang!!!
pembawa barang itu tiba tiba mengunci kedua lenganku. tapi aku tak merasakan kuatnya tenaga orang itu menahan diriku (yang mungkin ia pikir akan menyusul kepergianmu). dunia terasa berguncang, dan seakan tak ada udara untuk bernafas.
aku terduduk lemas.
kata-kata terakhirmu bergaung di kepalaku. kata-kata yang dulu sering kau ucapkan tiap kali ku masuk ruang operasi. hiduplah...hiduplah untukku, cinta.
bisakah kini ku ucapkan kata2 itu padamu? hiduplah untukku, cinta
*untuk empati yang telah mati
"aku berdiri di ujung dunia!"
aku tersenyum. berdiri di sampingmu, di ujung dunia, seperti katamu. melihat kebawah, ke jurang hitam yang kita tak pernah tahu dasarnya.
aku pun bertanya:
"bila aku terjun ke jurang yang gelap ini, akankah aku berada di ujung dunia yang lain?"
kau menatapku lurus-lurus. "kau tak akan berada di mana2 tanpa aku", kau genggam tanganku erat.
aku masih ingat wangi udara hari itu. hari dimana wajah ku memerah ketika kau melihat ke dalam hatiku. ketika kita mengira telah mencapai keabadian.
saat edelweis itu masih mekar di bawah kepulan asap, yang kini telah kelam seperti hampir mati. saat batu-batu jalan seolah bunga yang terhampar di kaki, kini terlihat mengejek langkah pendek kita.
kau hampa, aku kosong. mencapai puncak seperti dulu. "kita ada di puncak dunia", bisikmu.
aku lelah. aku sakit. kanker yang melilit paru-paru ku juga mengambil seluruh tenagaku. tapi kau tetap memaksa, untuk berdiri di puncak dunia, lagi, bersamaku.
kini kau tak lagi memegang tanganku seperti yang kau lakukan dulu. di pucak dunia ini, seperti katamu, kau memelukku dari belakang.
"dulu aku pernah bilang", bisikmu di telingaku. "bahwa kau tak akan berada di mana-mana tanpa aku. walaupun sebenarnya, aku yang tak akan berada dimana- tanpa mu."
pasti kali ini, lagi-lagi wajahku memerah. walaupun kanker itu menghabiskan seluruh tabungan kita, dan waktu untuk bersamamu setelah 3 bulan lagi, syukurlah ia tak bia mengambil mu dari sisiku.
yang kuingat, kau menangis dalam pelukku ketika dokter memvonis kenyatan pahit itu. aku hanya bisa memelukmu lemah, tak bisa berfikir apakah ku harus sedih atau senang. sedih karna kehilangan masa depan bersamamu, atau pun senang karna akhirnya ku tak usah lagi memebebanimu untuk merawatku seperti yang kau lakukan 2 tahun terakhir ini.
semilir angin dingin berhembus seperti hendak memisahkan kita. kau memelukku makin erat. entah berapa lama kita berdiam diri seperti itu, tanpa kata dan suara.
matahari telah hampir menghilang sepenuhnya. dan angin bertiup makin kencang dan dingin.
tiba2 kau melepaskanku.
"aku yang tak akan berada di mana2 tanpamu, cinta. aku! aku!". kau mulai menangis. "aku tak akan tahan untuk tidak bersamamu, membayangkan bahwa ku kan kehilanganmu, membuatku....... ah!" kau memalingkan wajahmu dariku.
kau berjalan menuju ujung dari ujung dunia. aku pun menyusulmu, untuk mengusir rasa gundahmu. untuk mengingatkan bahwa kita masih mempunyai waktu sebanyak-banyaknya 3 bulan. 3 bulan...
di ujung dari ujung dunia tiba-tiba kau berbalik, menghadapku. membuat ku tak bisa bergerak dengan tatapan matamu yang menembus hati.
"tapi...", tatapan matamu menjadi semakin tajam dan asing. "aku tak akan, tak akan pernah kehilanganmu".
kau berbalik, melangkah, dan menghilang dari hadapanku. "hiduplah.........!!"
ku dengar suaramu menghilang ditelan kegelapan jurang di ujung dunia itu.
aku tak bisa teriak!! aku tak bisa bersuara!! aku tak bisa bergerak!! kau menghilang....kau menghilang!!!
pembawa barang itu tiba tiba mengunci kedua lenganku. tapi aku tak merasakan kuatnya tenaga orang itu menahan diriku (yang mungkin ia pikir akan menyusul kepergianmu). dunia terasa berguncang, dan seakan tak ada udara untuk bernafas.
aku terduduk lemas.
kata-kata terakhirmu bergaung di kepalaku. kata-kata yang dulu sering kau ucapkan tiap kali ku masuk ruang operasi. hiduplah...hiduplah untukku, cinta.
bisakah kini ku ucapkan kata2 itu padamu? hiduplah untukku, cinta
*untuk empati yang telah mati
air mata
seorang pengemis tersenyum. ibu memeluk anaknya. wanita-wanita yang ditinggal cinta. matahari pagi yang menyengat hangat kulit kita. air hujan yang membasuh hati. angin yang tak hentinya belai lembut wajah ini.
ada air di pelupukku.
tangan hangat bunda belai puncak kepala. pedagang kaki lima menjajakan kacang di malam hari. orang2 tertawa melihat orang menderita. seorang bayi menangis dalam tidurnya.
ada air di pelupukku.
tapi ku tak menangis. aku masih bergetar, merinding, menahan mengalirnya air itu ke pipi.
aku tak menangis, bukan. aku bahkan tak tahu knapa ada air mata menggenang di sudut mataku. hanya sekedar luapan perasaan, atau... ah! aku tak tahu.
aku hanya terfikir tentang rasa peka yang seharusnya ada pada hati manusia. hati manusia ku. karna ku hanya bisa menangis melihat pengemis tanpa bisa memberi. hanya bisa meringis mendengar suara tangis. hanya bisa menutup telinga ketika mendengar tawa saat ada orang yang lain menderita!!
aku tak menangis, tak akan.
aku tak merubah apa2. hanya bisa terdiam ketika empati meminta perhatian. ku bilang padanya:
"hati sudah mati, jangan meminta untuk dihidupkan kembali"
tapi ia tak mau dengar. empati terus melolong dan merongrong perasaan bersalah untuk mendukungnya.
akhirnya apa? mereka semakin kuat. ku tetap tak bisa membantu, karna hati sudah mati.
masih ada air di pelupukku. tapi ku tak kan menangis. belum.
ada air di pelupukku.
tangan hangat bunda belai puncak kepala. pedagang kaki lima menjajakan kacang di malam hari. orang2 tertawa melihat orang menderita. seorang bayi menangis dalam tidurnya.
ada air di pelupukku.
tapi ku tak menangis. aku masih bergetar, merinding, menahan mengalirnya air itu ke pipi.
aku tak menangis, bukan. aku bahkan tak tahu knapa ada air mata menggenang di sudut mataku. hanya sekedar luapan perasaan, atau... ah! aku tak tahu.
aku hanya terfikir tentang rasa peka yang seharusnya ada pada hati manusia. hati manusia ku. karna ku hanya bisa menangis melihat pengemis tanpa bisa memberi. hanya bisa meringis mendengar suara tangis. hanya bisa menutup telinga ketika mendengar tawa saat ada orang yang lain menderita!!
aku tak menangis, tak akan.
aku tak merubah apa2. hanya bisa terdiam ketika empati meminta perhatian. ku bilang padanya:
"hati sudah mati, jangan meminta untuk dihidupkan kembali"
tapi ia tak mau dengar. empati terus melolong dan merongrong perasaan bersalah untuk mendukungnya.
akhirnya apa? mereka semakin kuat. ku tetap tak bisa membantu, karna hati sudah mati.
masih ada air di pelupukku. tapi ku tak kan menangis. belum.
Thursday, April 16, 2009
ikrar
tentang pengingkaran. dari hal2 yang tak pernah kita ungkapkan.
kau merasa? walaupun kita hanya membisu, kita telah membuat ikrar dalam hati. aku tak tahu apa yang engkau ikrarkan. kau tak tahu apa yang aku ikrarkan. tapi kita berdua merasakan apa yang kita ikrarkan.
seiring dengan waktu ikrar itu berubah menjadi prinsip
kita hidup dengan itu. karna kita percaya ataupun pernah percaya bahwa itu adalah yang terbaik. setiap deik kita bertambah tua. setiap hari kita semakin dewasa. lalu apa?
kesedihan, penghianatan, rasa sakit dan kekecewaan meninggalkan cacat2 permanen pada hati.
dan hari itu pun datang. hari dimana semuanya masih sama. dengan langit yang agak mendung dan manusia masih menempati dunia, dan malaikat masih mencatat amal kita. kau, aku dan mereka masih mempunyai waktu untuk menjalani hari ini. secara benar, atau sebaliknya.
aku disini, kau disana. menyambung tali-tali jiwa yang hampir putus karna sakit hati. tapi toh, aku masih mengirisnya sendiri, agar aku bisa merasakan sakitnya, agar rasa sakitku tak bisa merasa sakit lagi ketika rasa itu harus datang lagi. datang darimu.
petir tak menyambar bumi ketika kau melakukannya. gelas yang kupegang tak jatuh ketika mendengarnya. mata tak melotot ketika ku tahu, kau telah melanggarnya.... ikrar yang kukira kau buat dulu.
hanya saja.... aku tak bisa berfikir. tali jiwa yang susah payah kusambung putus dengan lemah.
kau merasa? walaupun kita hanya membisu, kita telah membuat ikrar dalam hati. aku tak tahu apa yang engkau ikrarkan. kau tak tahu apa yang aku ikrarkan. tapi kita berdua merasakan apa yang kita ikrarkan.
seiring dengan waktu ikrar itu berubah menjadi prinsip
kita hidup dengan itu. karna kita percaya ataupun pernah percaya bahwa itu adalah yang terbaik. setiap deik kita bertambah tua. setiap hari kita semakin dewasa. lalu apa?
kesedihan, penghianatan, rasa sakit dan kekecewaan meninggalkan cacat2 permanen pada hati.
dan hari itu pun datang. hari dimana semuanya masih sama. dengan langit yang agak mendung dan manusia masih menempati dunia, dan malaikat masih mencatat amal kita. kau, aku dan mereka masih mempunyai waktu untuk menjalani hari ini. secara benar, atau sebaliknya.
aku disini, kau disana. menyambung tali-tali jiwa yang hampir putus karna sakit hati. tapi toh, aku masih mengirisnya sendiri, agar aku bisa merasakan sakitnya, agar rasa sakitku tak bisa merasa sakit lagi ketika rasa itu harus datang lagi. datang darimu.
petir tak menyambar bumi ketika kau melakukannya. gelas yang kupegang tak jatuh ketika mendengarnya. mata tak melotot ketika ku tahu, kau telah melanggarnya.... ikrar yang kukira kau buat dulu.
hanya saja.... aku tak bisa berfikir. tali jiwa yang susah payah kusambung putus dengan lemah.
changes
aku berubah
menjadi yang bukan aku
aku berubah
menjadi mereka, yang aku benci
dia berubah
menjadi yang tak ku kenal
dia berubah
menjadi mereka, dan aku benci
kau berubah
menjadi apa?
kita berubah,
mereka, dia, dan dunia menjadi saksi
mereka tak berubah.
aku yang membenci
15 April 2009 17:40
menjadi yang bukan aku
aku berubah
menjadi mereka, yang aku benci
dia berubah
menjadi yang tak ku kenal
dia berubah
menjadi mereka, dan aku benci
kau berubah
menjadi apa?
kita berubah,
mereka, dia, dan dunia menjadi saksi
mereka tak berubah.
aku yang membenci
15 April 2009 17:40
Subscribe to:
Posts (Atom)